Sebanyak 200.000 pekerja jasa kontruksi di Soloraya belum mengantongi sertifikat ketrampilan lantaran kesulitan mendapatkan sertifikat keterampilan atau sertifikat keahlian. Untuk mendapatkan sertifikast itu, seorang pekerja jasa konstruksi harus mengeluarkan biaya Rp2 juta-Rp9 juta sesuai dengan jenjang sertifikasi yang diatur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN).
Penegasan itu disampaikan Ketua Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional (Gapeknas) Kota Solo, Danang Listiyanto, saat ditemui wartawan di halaman Benteng Vastenburg Solo, Sabtu (21/6/2014). Menurut dia, selain sulit dalam pengurusan sertifikasi itu, para pekerja juga kerepotan dengan beban biaya yang terhitung mahal. Padahal berdasarkan aturannya, kata dia, mereka harus bersertifikasi semua pada 2015 mendatang.
“Saya saja mengurus sertifikat keterampilan dengan bayar Rp1,4 juta, selama dua bulan saja belum jadi. Lamanya proses untuk mendapatkan sertifikat itu berdampak pada minimnya pekerja jasa kontruksi yang memiliki sertifikat. Berdasarkan data yang kami peroleh, pekerja jasa konstruksi yang belum bersertifikasi masih kurang dari 1.000 orang,” tegasnya.
Danang menerangkan sertifikasi jada konstruksi itu ada tingkatannya, seperti tingkatan muda Rp2 juta/orang, madya Rp4juta-Rp6 juta/orang, dan utama sampai Rp9 juta/orang. Menurut dia, sertifikasi itu memang menguntungkan bagi para pekerja jasa konstruksi untuk menghadapi era globalisasi, terutama ketika pasar ASEAN dibuka 2015 mendatang.
“Misalnya, seorang tukang batu dengan gaji Rp40.000/hari akan kesulitan mendapatkan pekerjaan bila belum mengantongi sertifikat keterampilan tukang batu. Orang tidak bisa mengetahui tukang batu itu memiliki keterampilan itu, kecuali setelah praktik. Namun, dengan adanya sertifikat itu, tukang batu tadi cukup menunjukkan dokumen itu sudah pasti diakui masyarakat,” tandasnya.
Apalagi ketika pasar ASEAN dibuka, tambah dia, peluang pekerja yang belum bersertifikat menjadi kecil. Mereka tidak bisa bersaing dengan pekerja jasa konstruksi lainnya.
Danang juga menyebut sertifikat itu diwajibkan oleh UU No. 18/1999 tentang Tentang Jasa Konstruksi. Berdasarkan data 2013, ada sebanyak 6,9 juta orang yang menjadi pekerja jasa konstruksi di Indonesia. Dia menerangkan hanya 100.000 orang di antaranya yang sudah mengantongi sertifikat tenaga ahli dan 300.000 orang yang bersertifikasi tenaga terampil.
“Sisanya masih 6,5 juta orang belum bersertifikasi keahlian maupun keterampilan. Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kami berharap pemerintah bisa memfasilitasi dan memberi subsidi dalam percepatan sertifikasi keterampilan dan keahlian sampai akhir 2015,” pungkasnya.
Editor: Anik Sulistyawati | Solo
http://www.sragenpos.com/2014/jasa-konstruksi-200-000-pekerja-bangunan-di-soloraya-belum-bersertifikasi-514616
Penegasan itu disampaikan Ketua Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional (Gapeknas) Kota Solo, Danang Listiyanto, saat ditemui wartawan di halaman Benteng Vastenburg Solo, Sabtu (21/6/2014). Menurut dia, selain sulit dalam pengurusan sertifikasi itu, para pekerja juga kerepotan dengan beban biaya yang terhitung mahal. Padahal berdasarkan aturannya, kata dia, mereka harus bersertifikasi semua pada 2015 mendatang.
“Saya saja mengurus sertifikat keterampilan dengan bayar Rp1,4 juta, selama dua bulan saja belum jadi. Lamanya proses untuk mendapatkan sertifikat itu berdampak pada minimnya pekerja jasa kontruksi yang memiliki sertifikat. Berdasarkan data yang kami peroleh, pekerja jasa konstruksi yang belum bersertifikasi masih kurang dari 1.000 orang,” tegasnya.
Danang menerangkan sertifikasi jada konstruksi itu ada tingkatannya, seperti tingkatan muda Rp2 juta/orang, madya Rp4juta-Rp6 juta/orang, dan utama sampai Rp9 juta/orang. Menurut dia, sertifikasi itu memang menguntungkan bagi para pekerja jasa konstruksi untuk menghadapi era globalisasi, terutama ketika pasar ASEAN dibuka 2015 mendatang.
“Misalnya, seorang tukang batu dengan gaji Rp40.000/hari akan kesulitan mendapatkan pekerjaan bila belum mengantongi sertifikat keterampilan tukang batu. Orang tidak bisa mengetahui tukang batu itu memiliki keterampilan itu, kecuali setelah praktik. Namun, dengan adanya sertifikat itu, tukang batu tadi cukup menunjukkan dokumen itu sudah pasti diakui masyarakat,” tandasnya.
Apalagi ketika pasar ASEAN dibuka, tambah dia, peluang pekerja yang belum bersertifikat menjadi kecil. Mereka tidak bisa bersaing dengan pekerja jasa konstruksi lainnya.
Danang juga menyebut sertifikat itu diwajibkan oleh UU No. 18/1999 tentang Tentang Jasa Konstruksi. Berdasarkan data 2013, ada sebanyak 6,9 juta orang yang menjadi pekerja jasa konstruksi di Indonesia. Dia menerangkan hanya 100.000 orang di antaranya yang sudah mengantongi sertifikat tenaga ahli dan 300.000 orang yang bersertifikasi tenaga terampil.
“Sisanya masih 6,5 juta orang belum bersertifikasi keahlian maupun keterampilan. Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kami berharap pemerintah bisa memfasilitasi dan memberi subsidi dalam percepatan sertifikasi keterampilan dan keahlian sampai akhir 2015,” pungkasnya.
Editor: Anik Sulistyawati | Solo
http://www.sragenpos.com/2014/jasa-konstruksi-200-000-pekerja-bangunan-di-soloraya-belum-bersertifikasi-514616
Komentar